... Join Us On Facebook

Jumat, 02 November 2012

Kabar Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (Bagian 7)

Jumat, 02 November 2012
ULASAN RENCANA TAPAK (SITE PLAN) TN LAIWANGI WANGGAMETI
Oleh : Erik Kurniawan, A.Md (Polhut Balai TNLW)
 
Rencana Tapak (Site Plan) merupakan bagian tak terpisahkan dari Rencana Pengelolaan Taman Nasional Laiwangi - Wanggameti (TNLW) 2000 - 2024. Rencana jangka panjang bentang alam/tata ruang kawasan dengan jangka waktu 25 tahun ini hanya bersifat indikatif-perspektif serta kualitatif-kuantitatif. Walaupun begitu, ia diharapkan menjadi acuan untuk rencana-rencana pengelolaan ruang berjangka menengah dan pendek, seperti :
- Rencana Unit Pengelolaan Lima Tahunan (RUPL)
- Rencana Unit Pengelolaan Tahunan (RUPT)
- Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam (RPPA)
- Dan rencana-rencana jangka menengah dan jangka pendek lainnya

Sebagai rencana dasar, Buku Rencana Tapak bersifat konseptual dengan prinsip yang jelas agar rencana-rencana turunannya masih dapat disesuaikan dengan konteks fakta, fenomena, serta kondisi aktual yang berkembang di lapangan. Rencana yang konseptual dan kontekstual ini tentu tidak melupakan arah kebijaksanaan yang ditetapkan oleh yang berwenang.

Buku rencana tapak ini merencanakan peruntukan ruang kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti dengan tetap memperhatikan pelestarian sumber daya alam dan ekosistemnya. Strategi yang digunakan dengan demikian adalah perlakuan yang sesuai dengan karakter lansekap. Karakter lansekap yang perlu mendapat perhatian khusus adalah keberadaan air, iklim, kondisi serta struktur geologi dan tanah, kelerengan lahan, flora dan fauna, serta keunikan dan keindahan bentang alamnya. Rencana Tapak adalah upaya pemanfaatan elemen ekosistem secara terbatas dan pembangunan lansekap binaan bagi pengelola dan pengunjung yang juga bersifat terbatas, berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan diinginkan bagi pemanfaatan Taman Nasional.

Melestarikan sumberdaya alam hayati dan ekosistem Taman Nasional Laiwangi Wanggameti dapat dilakukan justru dengan menggali lalu memanfaatkan secara lestari potensi lansekap/bentang alam di dalam dan sekitar kawasan taman nasional. Potensi ini dapat dimanfatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat (pengguna, pengunjung, dan penduduk sekitar kawasan), kepentingan pembangunan wilayah Nusa Tenggara Timur khususnya, dan Indonesia umumnya. 

Bentang alam yang multifungsi. Kawasan TNLW merupakan salah satu kawasan hutan prioritas, karena merupakan salah satu kawasan hutan terluas yang tidak terfragmentasi di Pulau Sumba dan memiliki potensi yang sangat besar untuk pelestarian seluruh ekosistem asli, fenomena alam dan flora fauna khas Pulau Sumba. Tipe ekosistem di TNLW mencakup semua tipe hutan alami mulai dari pesisir hingga puncak gunung, meliputi hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim (tropika kering) dan hutan hujan tropika dataran rendah, hingga hutan hujan pegunungan termasuk hutan elfin yang sangat langka, dimana didominasi oleh hutan hujan tropika. Topografi di sebagian hutannya merupakan tebing-tebing yang sangat terjal. Bentang alam ini berperan ganda sebagai penyangga kehidupan dan kelangsungan hidup lingkungan daerah sekitarnya. 

Fenomena alam bisa digunakan sebagai petunjuk kondisi sumberdaya alam dan ekosistemnya, baik dari segi pelestarian maupun pemanfaatannya. Fenomena alam juga membentuk struktur hutan yang bervariasi dan menimbulkan variasi iklim mikro yang mendukung keberadaan keanekaragaman hayati. Terdapatnya sungai-sungai yang terletak di dalam kawasan merupakan catchment area yang dapat dimanfaatkan untuk pengaturan air bagi kebutuhan masyarakat. Danau Laputi beserta air terjunnya yang indah, yang berada dalam kawasan TNLW, bermanfaat pula untuk menyangga kelangsungan tata air dan tanah di dalam kawasan dan di daerah sekitarnya. Perlakuan khusus untuk daerah penyangga kehidupan terutama tangkapan air tersebut di atas perlu diperhatikan.

Di beberapa tempat/objek alam dan elemen kenyamanan alami di dalam kawasan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang terbatas, yaitu untuk pariwisata dan rekreasi. Kawasan ini memiliki suasana alam dan pemandangan yang indah, khas dan unik. Hal ini akan menimbulkan daya tarik, dan pengalaman alami yang sangat kuat pengaruhnya bagi pengunjung, sehingga dapat memicu perkembangan moral berwawasan lingkungan yang kuat pula. Maka disamping elemen kenyamanan dan objek alami lainnya yang telah ada tetap dipertahankan, juga yang belum dimanfaatkan perlu digunakan secara terbatas dan khusus demi terjaganya ekosistem kawasan.

Pemanfaatan elemen lansekap alami maupun binaan manusia tetap dipertahankan pada tempat-tempat yang selama ini memang dipakai dan selama tidak mengganggu kelestarian sumberdaya alam dan ekosistemnya. Kalau perlu ditambah pada tempat-tempat yang memenuhi persyaratan yang tidak mengganggu konservasi.

Dengan mempertimbangkan keserasian tata ruang kawasan, pengelolaan TNLW mengacu pola zonasi, yaitu dengan adanya: zona rimba dan zona pemanfaatan. Zona pemanfaatan diijinkan untuk bisa dimanfaatkan secara intensif oleh pengelola dan pengunjung. Sementara itu daerah yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional digolongkan sebagai daerah penyangga (buffer zone); sedangkan pengelolaan daerah di luar kawasan sesuai dengan peruntukan Rencana Tata Ruang Wilayah daerah setempat.

Ketiga zona mempunyai sensitivitas/kerentanan yang berbeda. Zona inti mempunyai kerentanan yang lebih tinggi daripada Zona Rimba. Zona Rimba lebih rentan daripada Zona Pemanfaatan. Batasan pendaerahan ke tiga zona selalu bisa berubah, sebagai akibat dari perubahan tingkat kerentanan selaras dengan perjalanan waktu, atau sesuai dengan peristiwa alam bahkan dampak negatif kegiatan manusia yang terjadi kelak di kemudian hari.

Dengan pertimbangan kondisi yang ada, Zona Pemanfaatan diharapkan bisa mengarahkan dan mengalokasikan kegiatan pengunjung/pengelola, agar tidak mengganggu ekosistem yang ada. Demikian pula dengan lahan tetangga atau kegiatan penduduk sekitar kawasan, juga dijaga ekosistemnya dengan kegiatan monitoring atau pengawasan melalui patroli di dalam kawasan atau di sekeliling kawasan.

Penerapan elemen binaan bentang alam atau lansekap pada ketiga zona tersebut di atas mempunyai ciri yang berbeda, yaitu sangat terbatas dan leluasa (intensif). Kedua klasifikasi ini selanjutnya disebut dengan Lansekap Terbatas untuk pengolahan lansekap yang sangat terbatas, dan Lansekap Intensif untuk pengolahan lansekap intensif.

Lansekap terbatas dalam kawasan yaitu bentang alam yang dimanfaatkan secara terbatas dari pengunjung dan pengelola seperti: jalan trail, jalan setapak, jalan patroli, tempat pemberhentian sementara/shelter/gazebo di sebidang tanah yang relatif datar, daerah tepi air terjun-sungai, punggung bukit, puncak gunung atau elemen binaan/buatan lansekap lainnya, yang kesemuanya terletak di dalan Zona Rimba dan Zona inti. Diharapkan dengan batasan tersebut, peningkatan fasilitas pada Lansekap Terbatas tidak merusak ekosistem yang telah ada.

Lansekap Intensif diberlakukan di dalam Zona Pemanfaatan yang terletak di dalam kawasan serta daerah di luar kawasan seperti di tapak Kantor Pusat, tapak Kantor Cabang/Resort, serta di tapak fasilitas lainnya (seperti Pondok Kerja, Jalan masuk, Dermaga atau Pos jaga). Pola penerapan Lansekap Intensif di dalam kawasan yaitu di dalam Zona Pemanfaatan berbeda dengan yang ada di luar kawasan. Penerapan di dalam Zona Pemanfaatan masih terikat dengan aspek konservasi, sedangkan yang di luar kawasan mengikuti ketentuan atau peraturan wilayah setempat.

Diharapkan bentang alam/tata ruang dengan ekosistem yang seimbang pada saat ini tetap dijumpai pada tahun 2025. Demikian pula diharapkan Daerah Penyangga di sekeliling kawasan berfungsi mendukung program konservasi TNLW dengan aktif/bergairah dan mandiri. Dengan demikian tata ruang kawasan TNLW selalu menyesuaikan diri dengan ruang gerak flora dan fauna dalam mempertahankan keseimbangan akibat peristiwa alam dan ulah manusia yang akan terjadi sepanjang 25 tahun mendatang.

Demikian pula dengan monitoring dan pengawasan kawasan oleh pengelola, diharapkan bisa dengan cepat dan tanggap untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan tingkat sensitifitas zonasi yang terjadi. Pemanfaatan kawasan secara intensif (Lansekap Intensif) dan terbatas (Lansekap Terbatas) juga diharapkan menyesuaikan diri dengan perkembangan tingkat sensitifitas zonasi yang terjadi. Pemeliharaan dan peningkatan fasilitas kawasan TNLW harus tanggap untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dan diperlukan peraturan bagi pertumbuhan dan perkembangan pengelolaan ruang kawasan taman nasional.

Peningkatan fasilitas bagi pengelola dan pengunjung yang berorientasi pada perubahan tingkat sensitivitas zonasi pada saat ini bisa diperhatikan dari identifikasi kondisi ekosistem seimbang yang ada saat ini. Sedangkan peristiwa alam yang akan mempengaruhi ekosistem yang ada sukar diramalkan apalagi diprediksi dengan akurat. Dengan demikian zonasi yang diberlakukan saat ini merupakan patokan tata ruang kawasan bagi pengelola dan pengunjung dengan kapasitas terbatas/penjadwalan kegiatan, dan kriteria fasilitas yang bisa dengan cepat dimodifikasi/disesuaikan dengan perubahan kapasitas ruang kawasan yang terjadi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
◄| Rumah | Tentang Kami | Copyright © 2012 - Laiwangi Pos | Powered by Blogger | Design by Blogbulk - Pocket | Distributed by Deluxe Templates | Galeri Foto | Hubungi Kami | ►